kisah sedih seorang ayah

Rabu, 03 Oktober 2012

Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana, ingin hidup bahagia.

perang bathinku

aku hidup dalam kepahitan .. yg penuh dengan kebencian, kemarahan, dan kesedihan .. dihidupku .. tak ada yg berbahagia .. semua terasa dingin ..

serasa aku hanyalah manusia fiktip serasa aku hanyalah bunga tidur aku bagaikan putaran waktu purba aku bagaikan algojo pacung